Duduk di teras rumah, ini adalah hal yang meskipun tidak termasuk kategori sangat disukai, merupakan kebiasaan yang menyenangkan bagi saya. Biasanya saya melakukan rutinitas ini setelah shalat Ashar, waktu santai yang benar-benar luang untuk bernostalgia. Tak ada beban, tak ada paksaan, hanya saja ada sedikit pemandangan yang terasa kurang nyaman, sebuah sepeda motor butut bermerk Alfa produksi Yamaha tahun 90-an.
Jujur, abah saya sepertinya sangat menyayangi tunggangannya yang satu ini. Terbukti setelah abah membeli motor baru, kendaraan butut itu masih tetap setia menemani hari-harinya. Saya pribadi sebenarnya sudah menyarankan untuk menjual motor tersebut. Tapi entahlah, abah selalu saja menolak. Yang membuat saya semakin heran, meskipun sudah ditawar orang dengan harga tinggi (untuk ukuran sebuah motor butut) abah tetap pada pendiriannya.
“Motor ini sama umurnya dengan kamu. Sudah hampir 17 tahun abah hidup dengannya,” itulah yang terdengar saat aku menanyakan alasan abah yang tetap mempertahankan motornya. Saat itu, aku hanya mengangkat bahu.
Beberapa minggu yang lalu, seusai bimbel di bulan Ramadhan, seorang teman menegurku. “Em, kenapa sih gantungan hp dari mantan kamu itu (yang sekarang sudah hilang karena sebuah insiden kecelakaan yang saya alami dan saya amat sangat menyesali kehilangan itu) masih dipake, bukannya kalian udah putusan ?”
Saya terdiam menanggapi pertanyaan itu, dengan bahu terangkat.
Setibanya di rumah saya tidak langsung pergi ke kamar. Kulihat abah juga baru saja memarkirkan motornya.
“Em, kenapa sih gantungan hp dari mantan kamu itu masih dipake, bukannya kalian udah putusan ?”
Kalimat itu terngiang lagi. Kulihat tali yang bergantungan di hpku, untuk kemudian menatap motor butut di depan sana, dengan selukis senyum.
Kenangan, mungkin tak ada yang pantas mendefinisikannya. Tapi ia akan selalu hadir, bersama insan yang ditakdirkan untuk menjaganya.
JADI SEDIH NIH,HIKS
BalasHapus