Berpakaian koko, dengan peci putih di kepala dan sarung menutupi bagian bawah, sepertinya itulah image paling kental yang akan langsung muncul di benak setiap orang saat mendengar kata santri. Kerjaannya cuma duduk di majelis ilmu, megangin kitab kuning yang isinya cuma huruf arab tanpa baris (arab gundul istilahnya), memain-mainkan biji tasbih sambil komat-kamit nggak jelas, cuma bisa nundukin kepala kalo lagi jalan (tanpa peduli apakah ada tiang listrik atau palang di hadapannya). Anggapan bahwa santri itu adalah produk jadul, sama sekali nggak gaul, bisanya cuma nyeramahin and diceramahin orang, bingung sendiri kalo ditanya berapa direction dari koefisien 2t2 – 6t + 10, gaptek dan lain sebagainya, apakah masih pantas dipertahankan di zaman seperti sekarang ?
Jika Anda punya pemikiran seperti demikian, sepertinya ada bagian yang perlu dikoreksi. Untuk cara berpakaian, memang itulah ciri khas para santri. Tapi jika Anda lagi jalan-jalan ke DM dan tanpa sengaja tersenggol seorang anak berpakaian gaul berkata, “Kalo nggak salah di kitab Fathul Bari maudhu’ Shadaqah,” jangan terkejut, karena Duta Mall Banjarmasin itu sudah seperti sarang buat anak-anak pesantren (khususnya Al Falah) buat refreshing.
Kitab kuning tebal berfont Arabic tanpa harakat (tanda baca), itu memang materi mereka. Tapi jangan terkejut apabila dalam suatu perlombaan bahasa Inggris maupun sains sang pembawa acara mengumandangkan, “Juara I lomba debat bahasa Inggris se-provinsi Kalimantan Selatan, Pondok Pesantren….” Dan jangan heran, jika ada pondok pesantren yang terkenal hingga ke seluruh pelosok Asia, karena pondokan (yang hampir 100% berbentuk boarding school) menerapkan sistem pendidikan yang lebih ketat dari sekolah umum.
Santri salafiah, santri modern, santri salaf metropolis, semuanya itu menunjukkan bahwa kata santri sudah beregenerasi sedemikian rupa, berevolusi hingga melampaui batasan yang tak pernah terpikirkan sebalumnya. Dan untuk yang terbaru sebut saja santri cyber, sebuah keberadaan yang berkeras untuk mengubah pandangan orang-orang bahwa santri itu gaptek.
Keberadaan santri cyber yang benar-benar nyata dalam lingkup Kalimantan Selatan adalah Kontra 24, sebuah blogger group yang dilahirkan oleh santri-santri Al Falah Putra. Dengan dipimpin oleh Agung dan diarahkan oleh Qori, blogger Kal-Sel kenamaan yang punya pengalaman paling luas di antara santri yang lain dalam dunia maya, Kontra 24 weblog menjadi terobosan baru bagi para santri untuk menghancurkan belenggu gaptek dari takdir mereka.
bro,,,
BalasHapusni bagus artikelnya,,,,
napa kada diandak paling atas,jgn lupa dekati para blogger kalsel lah,,,
tunjukan bakatmu,.